Patung dari China Paling Dibenci, Diludahi hingga Ratusan Kali Sehari
Grobogan, Jateng - Di pusat kota Hangzhou, Provinsi Zhejiang, Tiongkok, berdiri sebuah patung yang menimbulkan kemarahan publik secara konsisten.
Patung tersebut adalah representasi dari Qin Hui dan istrinya — tokoh yang dianggap sebagai simbol pengkhianatan dalam sejarah Tiongkok.
Patung ini bukan sekadar monumen; ia menjadi objek ritual kemarahan publik: dipukul, ditendang, diludahi, bahkan diganti hingga 11 kali sejak akhir abad ke-15 karena rusak akibat perlakuan pengunjung.
Siapa Qin Hui dan Istrinya?
Qin Hui adalah kanselir pada masa Dinasti Song (abad ke-12) di Tiongkok.
Meski dikenal karena kontribusi diplomasi antara Dinasti Song dan Dinasti Jin, sejarah mencatat bahwa ia kemungkinan besar merancang tuduhan pengkhianatan terhadap Yue Fei, seorang jenderal yang sangat dihormati karena keberaniannya melawan pasukan Jurchen.
Yue Fei kemudian dieksekusi di penjara dan semasa hidupnya setelah wafat ia dipuja sebagai simbol kesetiaan dan keberanian.
Sebaliknya, Qin Hui — bersama istrinya — dikenang sebagai tokoh pengkhianat.
Dengan demikian, posisi historis Qin Hui adalah konflik moral: di satu sisi sebagai pejabat berdiplomasi, di sisi lain sebagai pengkhianat dalam perspektif masyarakat rakyat.
Istrinya pun terbawa dalam narasi ini, sebagai bagian simbolik dari kesalahan bersama.
Patung di Depan Makam Yue Fei: Lokasi, Bentuk, dan Perlakuan Publik
Patung itu berdiri di depan makam Yue Fei.
Patungnya dibuat dalam bentuk besi cor yang menggambarkan Qin Hui dan istrinya dalam posisi berlutut, kepala tertunduk, tangan terikat di belakang — ini dirancang untuk melambangkan penghinaan dan hukuman simbolis yang terus-menerus.
Namun desain saja tidak cukup: masyarakat yang berkunjung melakukan ritual fisik terhadap patung tersebut — menampar, menendang, meludahi.
Menurut laporan, patung tersebut pernah diganti hingga 11 kali sejak akhir abad ke-15 karena kerusakan akibat hantaman dan tendangan. Patung terbaru dipasang pada tahun 1979.
Fenomena ini menunjukkan bahwa bukan hanya penghormatan yang dilakukan terhadap tokoh-sejarah (Yue Fei), tetapi juga penghukuman publik terhadap tokoh yang dianggap pengkhianat (Qin Hui).
Dalam budaya masyarakat setempat, nilai kesetiaan dan keadilan sangat kuat — dan pengkhianatan tidak mudah dilupakan.
Mengapa Masyarakat Melakukan Ritual Ini?
Ada beberapa lapisan pemahaman yang bisa kita tarik.
1. Nilai Budaya Kesetiaan & Kehormatan
Dalam budaya Tiongkok — dan secara lebih luas di banyak masyarakat Asia Timur — kesetiaan kepada negara atau penguasa, keberanian, dan integritas adalah nilai tinggi.
Tokoh seperti Yue Fei mewakili ideal ini. Pengkhianat seperti Qin Hui dianggap melanggar kode moral yang sangat kuat.
Oleh karena itu, ritual meludahi, memukul patung Qin Hui bukan hanya tindakan spontan.
Ia adalah ekspresi simbolik kemarahan kolektif terhadap pengkhianatan.
2. Memori Kolektif dan Simbol yang Tak Hilang
Meski peristiwa terjadi berabad-abad lalu, masyarakat masih mengunjungi makam Yue Fei dan melihat patung Qin Hui sebagai pengingat bahwa sejarah dan nilai-nilai moral tetap hidup.
Patung yang terus diganti karena rusak menandakan bahwa simbol ini terus diperbarui agar maknanya tetap tajam bagi generasi sekarang.
3. Ritual sebagai Hiburan sekaligus Pembelajaran
Bagi pengunjung — baik lokal maupun wisatawan — melakukan ‘aksi’ terhadap patung mungkin terasa seperti bagian dari pengalaman turisme sejarah.
Tapi secara lebih dalam, ia berfungsi sebagai pengajaran sosial: jangan khianati, karena konsekuensinya akan diingat dan diperlihatkan secara publik.
Implikasi dan Makna yang Lebih Luas
Fakta bahwa sebuah patung bisa menjadi objek kemarahan publik selama berabad-abad menunjukkan hal-hal berikut:
-
Kekuatan simbol: Benda mati (patung) bisa memuat nilai sosial dan moral yang aktif di dalam masyarakat.
-
Ketahanan nilai budaya: Nilai kesetiaan dan keadilan masih sangat hidup di masyarakat modern di Tiongkok, meskipun banyak aspek lain yang berubah.
-
Paralel terhadap masyarakat lain: Fenomena ini mengingatkan kita bahwa banyak masyarakat punya tokoh buruk yang “dihukum” lewat simbol-publik. Meskipun bentuknya berbeda, logikanya serupa — pengkhianatan dilambangkan dan diingat melalui tindakan simbolik.
-
Turisme dan refleksi sejarah: Lokasi ini bukan hanya tempat “melampiaskan” kemarahan, tetapi juga ruang refleksi sejarah: mengapa tokoh ini menjadi simbol, bagaimana masyarakat membentuk narasi mereka tentang masa lalu.
Kesimpulan
Patung dari Qin Hui dan istrinya di depan makam Yue Fei lebih dari sekadar monumen.
Ia adalah simbol hidup dari bagaimana sejarah, moralitas, dan budaya saling bertaut.
Ritual-publik yang tampak ekstrem — tamparan, ludah, tendangan — menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya mengingat tokoh pengkhianat secara pasif, tapi mengekspresikan kemarahan secara fisik terhadap simbol tersebut.
Bagi Anda yang tertarik sejarah, budaya, atau turisme yang “di balik layar”, lokasi ini di Hangzhou menawarkan pelajaran: bahwa monumen tidak selalu tentang menghormati — kadang tentang menolak dan memperingatkan.
Tim redaksi,
.png)
.png)
.png)