Cahaya Kota Malam: Ancaman Tersembunyi bagi Ritme Genetik Manusia
Grobogan, Jateng - Dalam dekade-terakhir, cahaya buatan malam hari di kawasan perkotaan semakin terang dan terus menyala.
Jalanan, papan reklame, gedung bertingkat, kendaraan bermotor, hingga perangkat elektronik di rumah turut membentuk lanskap terang yang sulit padam.
Sementara banyak dari kita menganggap polusi cahaya hanya sebatas gangguan visual atau sulit tidur, penelitian terbaru menunjukkan bahwa dampaknya bisa jauh lebih dalam: hingga memengaruhi aktivitas genetik tubuh manusia.
1. Polusi Cahaya Malam: Lebih dari Sekadar Gangguan Visual
Polusi biasanya dikaitkan dengan udara atau suara, tetapi “cahaya malam” juga merupakan bentuk polusi yang kerap diabaikan.
Cahaya jalan, lampu billboard, refleksi dari gedung, serta gawai yang masih menyala di malam hari — semua ikut berkontribusi.
Secara biologis, tubuh manusia mengandalkan siklus terang–gelap alami untuk mengatur banyak proses: tidur, produksi hormon melatonin, metabolisme, hingga ekspresi gen yang menjaga keseimbangan internal.
Saat malam tidak lagi benar-benar gelap, maka sistem itu bisa terganggu.
2. Ritme Sirkadian dan Gen Pengatur Waktu
Tubuh manusia memiliki “jam biologis” (sistem sirkadian) yang mengatur suhu tubuh, hormon, metabolisme, dan kapan kita tidur atau bangun.
Sistem ini dikendalikan oleh sejumlah gen yang secara periodik aktif/tidak aktif.
Saat cahaya malam tetap masuk mata dan memberi sinyal ke otak seolah hari belum berakhir, maka sinyal ke sistem sirkadian menjadi “tertipu”.
Produksi melatonin terganggu, gen-gen pengatur waktu bisa kehilangan sinkronisasi, dan sebagai hasilnya: ritme biologis melemah.
Lebih lanjut, riset juga menunjukkan bahwa efeknya tak hanya sebatas gen “jam” (clock genes) saja, melainkan ribuan gen lain yang menjalankan proses metabolisme, kekebalan, hingga perbaikan sel.
3. Bukti Ilmiah: Apa yang Ditemukan Penelitian?
-
Sebuah studi mengamati bahwa saat sukarelawan manusia terkena paparan cahaya putih berintensitas sedang pada malam hari, terjadi perubahan aktivitas gen pengatur metabolisme, sistem kekebalan, dan perbaikan sel.
-
Studi pada tikus menunjukkan bahwa paparan cahaya malam memengaruhi bukan hanya otak tetapi juga hati (organ yang mengatur pemrosesan gula darah). Akibatnya, tikus mulai menunjukkan tanda-tanda resistensi insulin, walau pola makannya sama.
-
Penelitian pada organisme non-manusia juga mengonfirmasi bahwa paparan cahaya buatan malam hari mampu mengubah ekspresi gen-gen jam biologis (contoh: studi pada nyamuk) dan mekanisme fisiologis di banyak jaringan.
-
Kajian review menegaskan bahwa polusi cahaya malam adalah stresor lingkungan global yang berdampak multiskala terhadap kehidupan, termasuk manusia.
4. Dampak Kesehatan Potensial bagi Manusia
Dengan gangguan ritme genetik yang terus-menerus, beberapa implikasi kesehatan yang muncul antara lain:
-
Penurunan kualitas tidur (sulit memulai atau mempertahankan tidur dalam gelombang yang dalam) karena sinyal gelap–terang terganggu.
-
Gangguan metabolisme: produksi hormon, pemrosesan gula dan lemak, resistensi insulin, kemungkinan obesitas dan diabetes tipe 2.
-
Kesehatan mental: paparan cahaya malam dikaitkan dengan kecemasan, depresi, gangguan mood karena sistem ritme biologis dan hormon stres berubah.
-
Populasi yang lebih rentan: pekerja shift, anak-anak (yang menggunakan gawai hingga larut malam), orang yang tinggal di pusat kota dengan pencahayaan malam berat.
5. Konteks Kota-Kota dan Masa Depan Lingkungan Malam
Tren: Banyak kota di dunia, termasuk Indonesia, berkompetisi dalam “terang malam” — lampu dekoratif, reklame LED, penerangan jalan semakin intens.
Artikel sumber menyebut bahwa sebagian kecil kota mulai menyadari dampak biologis dan lingkungan.
Tindakan yang mulai diadopsi:
-
Mengganti lampu jalan dengan warna hangat (mengurangi cahaya biru yang lebih mengganggu ritme biologis).
Membatasi atau memadamkan lampu pada jam-jam tertentu di gedung/ iklan.
-
Edukasi masyarakat mengenai pentingnya lingkungan malam gelap untuk kesehatan.
Jika tidak, kota yang “terang” bisa membawa konsekuensi tersembunyi bagi warga yang tinggal di dalamnya.
6. Strategi Praktis untuk Individu
Karena perubahan lingkungan besar memerlukan intervensi kebijakan, individu pun bisa mengambil langkah-nyata untuk melindungi ritme tubuhnya. Berikut beberapa:
-
Kurangi paparan cahaya biru di malam hari: Aktifkan mode malam pada layar gawai, matikan perangkat elektronik setidak-nya 1-2 jam sebelum tidur.
-
Gunakan lampu kamar dengan warna hangat (temer, kekuningan), bukan putih terang atau biru.
-
Ciptakan kondisi kamar yang cukup gelap saat waktu tidur — tirai tebal, lampu malam yang minim.
-
Pertahankan jadwal tidur yang konsisten: bangun dan tidur pada jam yang sama setiap hari agar ritme tubuh stabil.
-
Hindari menggunakan ranjang sebagai tempat kerja atau menatap gawai di atas ranjang — ini membantu otak mengenali bahwa ranjang = istirahat.
-
Jika tinggal di pusat kota dengan pencahayaan malam tinggi, pertimbangkan penggunaan penutup mata tidur atau tirai blackout untuk meminimalkan gangguan.
Kesimpulan
Cahaya malam di kota yang kita anggap “indah” dan “hidup” bisa saja menjadi musuh tak kasat-mata bagi kesehatan kita.
Dari gangguan ritme genetik hingga efek metabolik dan kesejahteraan mental, fenomena ini menunjukkan bahwa lingkungan berperan besar dalam tubuh kita.
Kesadaran publik dan kebijakan yang pro-kesehatan malam diperlukan agar manusia di perkotaan tetap bisa “istirahat dengan benar”.
Sebaiknya kita mulai melihat malam bukan hanya sebagai waktu “mati listrik” atau “hiburan malam”, tetapi sebagai periode biologis penting bagi tubuh — dan kota yang terang tak selalu baik untuk tubuh kita.
Tim redaksi,
.png)
.png)